Cinta Rasulullah Cinta Syariat-Nya



Rasulullah dalam mengenangmu,
Kami susuri lembaran sirahmu,
Pahit getir perjuanganmu,
Membawa cahaya kebenaran,
Engkau taburkan pengorbananmu,
Untuk umatmu yang tercinta,
Biar terpaksa tempuh derita,
Cekalnya hatimu menempuh ranjaunya

Cuplikan nasyid yang dibawakan oleh The Zikr, mengambarkan betapa besar pengorbanan Rasulullah. Beliau Saw mendedikasikan hidupnya di jalan dakwah untuk menegakkan agama Allah dan mendidik umat Islam. Beliau adalah nabi terakhir yang sangat mencintai umatnya, bahkan menjelang wafat, umatnya sampai disebut tiga kali.
Perjuangan beliau mendakwahkan Islam pun luar biasa, beliau yang terkenal dengan gelar al-Almin sejak masih muda kerap dianggap sebagai orang gila, dicaci maki, difitnah sebagai tukang sihir, bahkan dianggap sebagai pemecah belah Suku Quraisy. Belum lagi teror fisik, seperti dilempari kotoran unta. Sahabatnya (Bilal Ra) disiksa dengan cara ditindih batu besar di padang pasir dalam kondisi badan telanjang, sungguh tak terbayangkan betapa perihnya.

Bulan Rabiul awal yang dikenal dengan Bulan Maulid (bulan kelahiran nabi)  selalu diperingati dengan meriah setiap tahun. Banyak acara digelar pada bulan ini mulai dari pengajian yang bertema Maulid, sampai pembacaan shalawat. Di berbagai wilayah antusiasme masyarakat untuk memperingati bulan Maulid juga sangat tinggi. Di Yogyakarta misalnya, warga selalu merayakan Maulid Nabi dengan acara Grebeg Maulud.
Sementara Kudus,  kota tempat Sunan Kudus menyebarkan ajaran Islam, warganya merayakan Maulid Nabi dengan Kirab Gunungan berisi nasi dan lauk pauk yang dibungkus daun jati. Arakan Gunungan ini juga dibagikan kepada warga sekitar, dengan didahului doa bersama yang dipimpin oleh tokoh pemuka agama setempat. Berbeda lagi di daerah Sumatera Barat, tradisi warga Padang Pariaman dalam merayakan maulid adalah dengan membuat bungo lado, sejenis pohon hias dengan uang kertas sebagai daunnya. Pohon hias yang dibuat setiap keluarga di Padang Pariaman ini kemudian akan disumbangkan untuk panti asuhan dan pembangunan masjid.

Semua itu dilakukan sebagai wujud kecintaan kepada Rasulullah. Namun apakah cinta cukup dibuktikan dengan euphoria semacam itu? Lalu bagaimana dengan keteladanan dakwah Rasulullah dalam kehidupan?
Sebagaimana kita tahu, akhir-akhir ini isu tentang radikalisme, intoleransi semakin santer terdengar dan itu selalu disandingkan dengan Islam. Hal ini menimbulkan stigma negatif bahwa Islam adalah agama intoleran. Makna radikal pun sudah mengalami peyorasi dan selalu dikaitkan dengan hal negatif. Apapun yang berseberangan dengan pemegang kebijakan dianggap radikal dan intoleran.  Bahkan ada wacana penghapusan pelajaran agama di sekolah karena agama dituduh kerap menjadi sumber radikalisme, intoleransi, dan memecah kebhinekaan. Demikian juga dengan wacana penghapusan materi jihad dari pelajaran di madrasah. Hal ini tentu mengkhawatirkan karena bisa mereduksi dan mengaburkan ajaran Islam dari benak umat. Lebih lanjut akan membentuk pemahaman sesat di tengah umat bahwa jihad adalah intoleran. Padahal sesungguhnya jihad adalah alat untuk melawan penindasan dan kezaliman, juga sebagai salah satu metode dalam menghilangkan penghalang dakwah Islam.

Refleksi perjuangan Rasulullah dalam dakwah dan kebangkitan Islam harus menjadi contoh nyata bagi para pejuang. Untuk tidak gentar terhadap teror dan ancaman, tak surut langkah meski hujatan dan cacian kerap menyapa.
Orang-orang yang memusuhi Islam dengan fitnah, caci-maki, teror, sekulerisme, pluralisme, liberalisme bahkan sampai pemurtadan tidak lain adalah untuk melemahkan Islam dan menjauhkan umat dari akidah Islam.

Bahkan ketika Rasul berhijrah Ali Ra pun rela berkorban dengan menukar posisi Rasulullah yang sebelumnya diketahui tengah tidur di dipan pada malam saat akan melakukan hijrah. Rumah Rasulullah saat itu tengah di kepung oleh masyarakat Quraisy yang hendak membunuhnya.

Adapun cinta tentu membutuhkan komitmen. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat Ali Imran: 31,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad) jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa kalian.” 

Ayat tersebut mengandung makna bahwa ketika kita mencintai Allah, maka kita wajib mengikuti Rasulullah dan menjalankan semua syariat yang dibawanya tanpa terkecuali. Bukan sekedar formalitas seremonial tahunan.

Rasulullah pun mengajarkan bagaimana umat harus bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah. Hal ini ditampakkan dengan upaya beliau yang luar biasa dalam menghamba pada Allah, meski beliau adalah kekasih-Nya yang sudah dijamin surga. Beliau juga mengajarkan betapa Islam akan tegak bersama orang-orang yang ikhlas dan rela berkorban. Rasulullah tidak hanya memberikan teladan sebagai seorang individu, berkeluarga dan bermasyarakat (sosial), akan tetapi juga mengajarkan dan memberi keteladanan dalam berpolitik juga bernegara sesuai dengan tuntunan Islam. Beliau pun memberikan contoh tentang keberagaman tanpa menyalahi syariat Islam, menyatu tanpa mencampuradukan ajaran Islam dengan ajaran  lain seperti yang tercermin dalam Piagam Madinah.

Maka pada hakikatnya mencintai Rasulullah berarti mencintai semua syariat yang dibawanya tanpa terkecuali, tidak memilih sekehendak hati, mengambil yang disukai dan meninggalkan sebagian yang lain. Banyak hadis yang menjelaskan tentang kewajiban mencintai Rasulullah, diantaranya adalah sabda Beliau Saw,

“Alquran itu akan terasa sulit bagi orang yang membencinya, padahal Alquran merupakan alat untuk menetapkan suatu hukum. Barangsiapa yang berpegang pada hadisku, memahami dan menghafalkannya, maka kelak dia akan datang bersama Alquran. Barang siapa meremehkan Alquran dan hadisku, maka dia akan merugi dunia dan akhirat. Umatku telah diperintahkan untuk mendengarkan sabdaku, menaati perintahku, dan mengikuti sunahku. Maka barangsiapa rida terhadap sabdaku, berarti dia telah rida terhadap Alquran.”

Orang yang mencintai sesuatu biasanya akan selalu mengutamakan yang dicintainya. Dia akan patuh, tunduk, rela berkorban dan taat kepada yang dicintainya, karena orang yang dicintai adalah idolanya. Demikian juga dengan kecintaan terhadap Rasulullah akan menimbulkan konsekuensi dalam kehidupan, yaitu mencintai dan mengamalkan syariat-Nya tanpa kecuali dan nanti.
Wallau a'lam bish-shawab

Dimuat di Nusantara news 14 Nopember 2019

Posting Komentar

0 Komentar