Ramadhan Momen Mewujudkan Dua Junnah




Oleh: Sri Purwanti , Amd. KL  Pegiat opini, member AMK


Tak terasa Ramadhan sudah memasuki hari ke sepuluh,
bagi kaum Muslim puasa Ramadhan tentu sangat istimewa. Karena puasa ramadhan memiliki banyak keutamaan. Salah satu keutamaannya adalah bahwa puasa merupakan perisai (junnah) bagi seorang Muslim. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:


وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِم


“Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa sebagai junnah menjadi perisai bagi individu agar terhindar dari kedurhakaan yang bisa mencederai takwanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi tentu tidak cukup hanya ketakwaan individu yang terbentuk dan meningkat. Akan tetapi juga a adanya ketakwaan kolektif, yaitu ketakwaan keluarga, masyarakat dan negara.

Negara harus membangun suasana takwa bagi warga negaranya. Negara juga harus menegakkan aturan (memberi sanksi) bagi mereka yang melanggar kewajiban ini. Jadi  ketakwaan hakiki sejatinya bukan hanya pada individunya saja, namun juga keluarga, masyarakat dan negara.  Ketakwaan kolektif sangat penting dan diperlukan agar seluruh hukum-hukum Allah subhanahu wa ta’ala ditegakkan.


Meskipun umat islam fokus ibadah, baik shaum maupun ibadah lainnya seperti shalat tarawih, tadarus Al Qur”an, atau memperbanyak shadaqah, bulan Ramadhan merupakan bulan dakwah dan jihad. Bulan perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta menumbangkan kezaliman. Sangat kurang pas jika  menafsirkan  karena bulan Ramadhan maka umat Islam  harus sabar dalam bentuk tak boleh marah, menerima keadaan, dibully, dianiaya pasrah saja, tanpa ada perlawanan.


Justru  seharusnya umat Islam menjadikan Ramadhan sebagai bulan perlawanan, perjuangan, dan kemenangan.Tercatat  jelas dalam tinta sejarah, suksesnya perang Badar, penaklukan kota Makkah, perang Qadisiyah mengalahkan Persia, menghancurkan Romawi di Tabuk, Sirakusa, maupun Manzikert, penaklukan Andalusia, kekalahan Tartar Mongol oleh Sultan Qurtuz, kemenangan Shalahudin atas pasukan salib Jerusalem hingga sukses Mesir mengalahkan Israel terjadi di bulan Ramadhan. Bahkan kemerdekaan negara Indonesia juga terjadi di bulan suci ini. Bulan Ramadhan adalah bulan jihad, momen untuk menegakkan kebenaran dan menumbangkan kedzaliman. Terlebih ramadan tahun ini sangat  istimewa. Di tengah banyaknya fitnah dan penganiayaan terhadap umat Islam di seluruh dunia, seperti di Palestina, tak terkecuali di Indonesia, maka puasa Ramadhan sudah  selayaknya menjadi pendorong ditingkatkannya kadar ketakwaan umat.


Jika puasa adalah junnah bagi individu yang berpuasa. Maka junnah bagi kaum muslim secara keseluruhan adalah Khalifah (imam).

Hal ini sesuai dengan hadis Nabi


إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ، فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ



“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).

Masih terekam kuat dalam ingatan

Ketika ada wanita Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa’ di Madinah, Nabi shallalahu ‘alaihi wa Sallam melindunginya, menyatakan perang kepada mereka, dan mereka pun diusir dari Madinah. Selama 10 tahun, tak kurang 79 kali peperangan dilakukan, demi menjadi junnah [perisai] bagi Islam dan kaum Muslim. Ini tidak hanya dilakukan oleh Nabi, tetapi juga para Khalifah setelahnya. Harun ar-Rasyid, di era Khilafah ‘Abbasiyyah, telah menyumbat mulut jalang Nakfur, Raja Romawi, dan memaksanya berlutut kepada Khilafah. Al-Mu’tashim di era Khilafah ‘Abbasiyyah, memenuhi jeritan wanita Muslimah yang kehormatannya dinodai oleh tentara Romawi, melumat Amuriah, yang mengakibatkan 9000 tentara Romawi terbunuh, dan 9000 lainnya menjadi tawanan. Pun demikian dengan Sultan ‘Abdul Hamid di era Khilafah ‘Utsmaniyyah, semuanya melakukan hal yang sama. Karena mereka adalah junnah (perisai)

Mari kita jadikan bulan Ramadhan kali ini, bulan perubahan dan kebangkitan bagi umat Islam. Hanya dengan semangat itu, perjuangan menuju tegaknya  Islam kaffah bisa segera terwujud dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala.

Wallahu A'lam Bishawab

Dimuat di Pena Pejuang Club,15 Mei 2019,  dengan judul Ramadhan Momen Mewujudkan Dua Junnah

Posting Komentar

0 Komentar