Mendampingi Anak agar Cepat Move on

Oleh: Sri Purwanti, AMd.KL

(Pegiat Literasi, Member AMK)

 

 

Ketika seorang anak mengalami kegagalan, entah karena prestasinya turun, gagal mengikuti sebuah kompetisi, maupun gagal dalam sebuah perlombaan, kadang mereka down, putus asa, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Hal ini sebetulnya reaksi normal asal tidak berkelanjutan, lalu bagaimana caranya supaya anak cepat move on dan bangkit kembali? Orang tua memiliki peran besar untuk mendampingi anak agar mereka bisa belajar dari pengalaman dan segara bangkit kembali, berikut beberapa hal yang di lakukan oleh orang tua.

 

Pertama, orang tua bisa menyediakan waktu untuk berdiskusi dengan anak, merangkulnya dan memahamkan bahwa kegagalan adalah sukses yang tertunda. Jika kegagalan bisa di sikapi dengan bijak dan lapang dada maka akan menjadi momen untuk muhasabah,menemukan faktor penyebab sekaligus mencari solusi jika kedepan terjadi hal yang serupa.

 

Ajak anak untuk senantiasa berprasangka baik kepada Allah, anak di ajak berfikir bahwa sebuah kompetisi pasti memerlukan pengorbanan yang besar entah dari segi biaya, waktu, dan tenaga, dengan gagalnya anak maju dalam sebuah kompetisi bisa jadi itu adalah cara Allah untuk mengurangi bebannya, karena Allah mengetahui yang terbaik untuk hambanya. Allah berfirman, yang artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal dia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal dia amat buruk bagimu, Allah maha mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (TQS? Al-Baqarah:  216)

 

Kedua, ajari anak bijak menerima kekurangan dan mengakui kelebihan orang lain, tidak perlu mencari-cari alasan ataupun kambing hitam atas kegagalan yang menimpanya. Setiap manusia memiliki kelemahan, namun bukan berarti harus menyerah dengan kelemahan yang dimilikinya, jadikan kelemahan sebagai sumber kekuatan. Pahamkan anak bahwa Allah akan memberi kemudahan sesudah kesulitan seperti firman Allah yang artinya; “Maka sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan.” (TQS. As-Syarh: 5-6).

 

Pahamkan juga bahwa Allah lah sebaik-baik tempat berharap dan bersandar bukan gurunya, pelatihnya, maupun pihak lain yang terlibat dalam eventtersebut, karena sudah fitrahnya manusia selalu memiliki kecenderungan untuk condong ke salah satu pihak. Mengajak anak merubah mindset tentang kompetisi yang awalnya ajang untuk mencari yang kalah dan yang menang menjadi ajang untuk mengukur kapasitas diri serta memperbaiki kekurangan yang ada.

 

Ketiga, alihkan fokus anak pada kegiatan lain yang positif dan bisa meningkatkan rasa percaya dirinya, seperti mengikuti kursus life skill, les maupun aktivitas lain yang sejenis. Biarkan anak memilih sesuai minatnya, tugas orang tua mendampingi dan memberikan pengarahan tentang resiko dari pilihan yang telah diambil, sehingga anak bisa belajar tanggungjawab.

 

Keempat, rangkul anak supaya bisa bangkit kembali. Ajari anak untuk bersikap optimis, dan percaya diri orang tua harus bisa menahan diri untuk tidak menunjukan kekecewaan karena kegagalan anak, karena hal itu akan semakin membuat anak terpuruk. Ajak anak bicara dari hati ke hati dan gali potensi mereka sehingga bisa memetakan kemampuannya dengan tepat dan bisa memberikan stimulasi yang pas sehingga potensi anak bisa berkembang dengan baik.

 

Pahamkan anak bahwa kesuksesan yang sejati adalah ketika rida Allah menyertai setiap aktivitas yang di jalaninya, dengan begitu akan muncul keikhlasan dan rasa rida dalam diri anak terhadap apapun yang Allah tetapkan, termasuk keberhasilan atau kegagalan. Karena dalam diri anak sudah tertanam kuat bahwa Allah yang mengetahui mana yang terbaik untuk hamba-Nya. Dengan begitu anak akan lebih mudah move ondan bangkit kembali untuk menyongsong hari esok. Wallau’alam Bish Shawwab.


Di muat di lensa media news, 10 Januari 2020

Posting Komentar

0 Komentar