Kolaborasi Fiksi Non-fiksi Dakwah dengan Media Literasi




Oleh. Sri Purwanti, A.Md.K.L
(Founder Rumah Baca Cahaya Ilmu)

RuangInspirasiBunda.Com--Dakwah merupakan salah satu kewajiban utama bagi setiap Muslim. Aktivitas mulia ini bertujuan untuk menyampaikan keagungan ajaran Islam kepada sesama manusia. Bagi sebagian orang, mungkin masih ada anggapan dakwah hanya sebatas terbatas pada ceramah di mimbar atau pengajian di masjid, padahal sebenarnya dakwah bisa dilakukan melalui berbagai media, termasuk tulisan.

 Dalam dunia modern yang sarat dengan teknologi dan kemudahan akses informasi, dakwah melalui tulisan telah menjadi salah satu metode yang efektif untuk menyebarkan pesan Islam. Tulisan-tulisan tersebut bisa berbentuk fiksi maupun non-fiksi, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelebihan tersendiri yang bisa saling melengkapi.

Dakwah Melalui Tulisan Fiksi

Fiksi adalah karya imajinatif yang biasanya berupa cerita atau kisah yang dibuat berdasarkan khayalan atau rekaan penulis. Meskipun fiksi tidak selalu didasarkan pada peristiwa nyata, ia dapat menjadi sarana yang sangat kuat untuk menyampaikan pesan-pesan moral, spiritual, dan sosial. Dalam konteks dakwah, fiksi memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyampaikan nilai-nilai Islam melalui karakter, alur cerita, dan dialog antar tokoh.

Narasi dalam tulisan fiksi mampu membawa pembaca memasuki dunia yang diciptakan oleh penulis. Dalam dunia ini, penulis dapat merangkai pesan-pesan dakwah secara halus melalui tokoh-tokoh yang memiliki karakteristik Islam. Misalnya, seorang penulis dapat menciptakan karakter utama yang menghadapi berbagai tantangan dalam hidup, tetapi tetap teguh menjalankan ajaran Islam, seperti tetap berusaha menggunakan pakaian syar'i meskipun mendapatkan penentangan dari keluarga, menjaga dir dari khalwat dan ikhtilat meskipun hal tersebut sudah dianggap umum dalam masyarakat maupun sikap sabar dalam menghadapi ujian. 

Dalam perjalanan hidup tokoh ini, pembaca dapat belajar tentang pentingnya nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Selain itu, cerita-cerita fiksi juga bisa menampilkan dilema moral yang sering dihadapi oleh manusia modern, seperti godaan materialisme, pergaulan bebas, dan krisis identitas, yang kemudian dapat diatasi dengan prinsip-prinsip Islam. 

Banyak aktivis dakwah yang juga sukses sebagai penulis fiksi bahkan karyanya bisa memberi pencerahan ke tengah umat. Contohnya Kak Eva Liana dari Kandangan yang konsisten sebagai penulis ideologis.

Penulis fiksi juga sering menggunakan simbolisme dan alegori dalam cerita mereka. Misalnya, seorang tokoh dalam cerita dapat melambangkan nilai-nilai tertentu dalam Islam, seperti kesederhanaan, keteguhan iman, atau keadilan. Simbol-simbol ini bisa digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai Islam tanpa harus secara langsung mengutip ayat-ayat Al-Qur'an atau hadis. 

Sebagai contoh, novel berjudul Bidadari Indragiri yang menceritakan tentang Putri Mayang (Putri Melayu dari Kerajaan Indragiri) yang memiliki kecantikan luar biasa namun tertutup rapat dengan hijab. Ternyata semua itu tidak mengurangi pesonanya. Dari Novel ini pembaca diajak berpikir bahwa ketika Islam diterapkan oleh individu, masyarakat, dan diikat oleh peraturan maka ketentraman akan dirasakan oleh semua kalangan.
 merenungkan makna-makna mendalam dari cerita tersebut dan mengaitkannya dengan ajaran Islam.

Fiksi Memengaruhi Emosi dan Empati Pembaca

Karya fiksi memiliki kemampuan untuk menyentuh emosi pembaca, yang bisa jadi lebih efektif dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Saat pembaca terlibat secara emosional dengan cerita, mereka akan lebih terbuka untuk menerima pesan-pesan yang disampaikan melalui alur cerita dan karakter. Misalnya, kisah tentang seorang anak yatim yang tetap bersyukur dan penuh iman meskipun hidup dalam kemiskinan, bisa menggugah empati dan rasa peduli pembaca terhadap anak-anak yatim di dunia nyata. Pesan-pesan kebaikan seperti ini bisa menyentuh hati dan mendorong pembaca untuk lebih peka terhadap ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dakwah Melalui Tulisan Non-Fiksi

Sementara itu, tulisan non-fiksi adalah karya tulis yang berdasarkan pada fakta, data, dan kenyataan yang ada. Dalam konteks dakwah, non-fiksi menawarkan pendekatan yang lebih langsung dan eksplisit dalam menyampaikan ajaran Islam. Tulisan non-fiksi dapat berupa artikel, esai, buku, atau karya ilmiah yang membahas berbagai aspek dalam Islam, mulai dari teologi, fikih, sejarah, hingga persoalan sosial kontemporer dari perspektif Islam.

Penyampaian Ilmu dan Fakta
  
Tulisan non-fiksi memungkinkan penulis untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan fakta-fakta yang terkait dengan ajaran Islam secara langsung. Penulis dapat mengutip ayat-ayat Al-Qur'an, hadis Nabi, serta pendapat ulama untuk memperkuat argumen dan pesan yang ingin disampaikan. Misalnya, dalam sebuah artikel tentang pentingnya menutup aurat bagi seorang Muslimah, kita bisa mengutip ayat tentang kewajiban menutup aurat dan dampaknya ketika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Dengan demikian, pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih jelas dan mendalam tentang ajaran Islam.

Membahas Isu-isu Kontemporer

Tulisan non-fiksi juga sangat efektif dalam membahas isu-isu kontemporer yang relevan dengan kehidupan umat Islam saat ini. Misalnya, penulis bisa menulis tentang bagaimana Islam memandang isu-isu seperti kekejian Zionis Yahudi terhadap Muslim di P4l3stina, islamofobia yang semakin merajalela, legalisasi aborsi yang dikhawatirkan justru menyuburkan terjadinya pergaulan bebas, dan semisalnya. Dalam hal ini, kita bisa menawarkan perspektif Islam yang berdasarkan pada Al-Qur'an dan hadis untuk memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang terjadi.

 Tulisan semacam ini tidak hanya memberikan pengetahuan baru kepada pembaca, tetapi juga mengajak mereka untuk berpikir lebih kritis dan reflektif tentang bagaimana ajaran Islam bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Membangun Argumentasi yang Kuat
  
Dalam tulisan non-fiksi, kita memiliki kesempatan untuk membangun argumentasi yang kuat dan logis. Ini sangat penting dalam dakwah, terutama ketika menulis untuk audiens yang mungkin tidak memiliki latar belakang keislaman yang kuat atau bahkan skeptis terhadap ajaran Islam. Dengan menyajikan data, fakta, dan argumen yang logis, penulis dapat membangun jembatan pemahaman antara ajaran Islam dan realitas kehidupan kontemporer. Hal ini juga dapat membantu menghilangkan berbagai stigma atau kesalahpahaman tentang Islam yang seringkali beredar di media massa.

Kolaborasi Fiksi dan Non-Fiksi dalam Dakwah

Dakwah melalui tulisan tidak harus terikat pada satu jenis saja, baik fiksi atau non-fiksi. Justru, kombinasi keduanya dapat menciptakan kekuatan dakwah yang lebih besar. Misalnya, sebuah buku tentang kisah kehidupan para nabi (yang sifatnya non-fiksi) bisa dikemas dengan gaya narasi yang menarik dan imajinatif (seperti dalam fiksi) sehingga lebih mudah dicerna oleh pembaca awam. Sebaliknya, novel fiksi yang sarat dengan nilai-nilai keislaman juga bisa disertai dengan catatan kaki atau penjelasan (non-fiksi) yang memperkuat pesan-pesan yang ingin disampaikan.

Pada akhirnya, baik tulisan fiksi maupun non-fiksi memiliki tempat yang penting dalam dakwah. Setiap penulis dapat memilih media yang paling sesuai dengan bakat dan minat mereka, serta dengan audiens yang ingin mereka jangkau. Dengan memanfaatkan potensi kedua jenis tulisan ini, kita bisa berkontribusi dalam menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang lebih luas dan bervariasi, sehingga dakwah tidak hanya terbatas pada satu bentuk saja, tetapi bisa melalui literasi sehingga bisa menyentuh berbagai lapisan masyarakat.

Wallahu a'lam bishawab 


Posting Komentar

0 Komentar