Oleh. Sri Purwanti, A.Md.K.L.
(Founder Rumah Baca Cahaya Ilmu)
RuangInspirasiBunda.Com--Menulis bagi sebagian orang mungkin tidak jauh dari soal penghargaan, pengakuan, atau popularitas. Setiap "like" dan "komen" yang diberikan pembaca kerap menjadi tolok ukur keberhasilan, seakan-akan itulah yang menentukan kualitas sebuah tulisan. Namun, ada kalanya tulisan yang kita buat dengan penuh usaha dan hati-hati tidak mendapatkan respons sesuai ekspektasi. Bagi sebagian penulis, hal ini bisa menjadi sumber kekecewaan, kegelisahan, bahkan frustasi.
Dulu saya juga pernah merasakan, sedih ketika tulisan yang saya buat sepenuh hati tidak dilirik orang (apalagi beberapa kali ditolak media). Namun seiring berjalannya waktu, niat mulai diperbaiki, maka rasa kecewa, rasa sedih perlahan mulai menghilang. Jadi ketika tulisan sepi, hal ini tidak lagi menjadi beban. Mengapa? Karena saya telah belajar untuk menulis dengan niat ikhlas karena Allah, dan saya meyakini bahwa setiap karya yang lahir dari niat yang lurus pasti memiliki nilai tersendiri di hadapan-Nya, terlepas dari respons yang diterima di dunia.
Ikhlas Sebagai Landasan Karya
Ikhlas, menurut ajaran Islam, berarti melakukan sesuatu semata-mata karena Allah. Meskipun kata ini singkat, padat, dan jelas namun ternyata aplikasinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu proses yang tidak singkat agar rasa ikhlas ini selalu hadir dalam setiap kondisi. Begitu juga dalam proses menulis dan menghasilkan karya.
Dalam konteks menulis, hal ini berarti menjadikan aktivitas menulis sebagai bentuk ibadah, tidak tergantung pada penilaian manusia. Setiap kata, setiap kalimat, dan setiap ide yang dituangkan dalam tulisan menjadi amalan yang dihitung oleh Allah. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari & Muslim). Ketika menulis dengan niat ikhlas, kita tidak lagi terikat oleh keinginan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain. Apa yang menjadi fokus kita adalah bagaimana karya tersebut bisa mendekatkan diri kepada Allah, menjadi sarana untuk berbagi kebaikan, dan memperbaiki diri sendiri.
Ketika tulisan saya tidak mendapatkan banyak "like" atau "komen", saya tidak merasa sedih atau gelisah. Mengapa harus khawatir dengan jumlah apresiasi yang diberikan manusia, ketika kita tahu bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui? Dia-lah yang mengetahui seberapa besar usaha yang telah kita lakukan, seberapa dalam makna yang ingin kita sampaikan, dan seberapa tulus niat yang kita tanamkan. Meskipun tulisan tersebut tidak diapresiasi oleh banyak orang, saya yakin bahwa Allah telah mencatat setiap huruf yang dituliskan, dan itu sudah lebih dari cukup.
Penilaian Allah Lebih Utama
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, "Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, Kami tambahkan keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, tetapi ia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat." (TQS. Asy-Syura: 20). Ayat ini mengingatkan saya bahwa tujuan hidup seorang mukmin adalah untuk meraih keridaan Allah dan keuntungan di akhirat. Oleh karena itu, ketika menulis, atau melakukan amal apapun, tujuan utamanya haruslah akhirat, bukan sekadar pujian dan popularitas di dunia.
Menulis dengan orientasi akhirat menjadikan hati saya tenang dan jauh dari kegelisahan. Saya tidak lagi terbebani oleh target duniawi yang sifatnya sementara, seperti jumlah pengikut, likes, atau komentar. Saya memahami bahwa penghargaan manusia bersifat fana, sementara penghargaan Allah adalah abadi. Apa pun yang kita kerjakan dengan niat tulus akan mendapatkan balasan dari-Nya, bahkan lebih baik dari apa yang bisa kita bayangkan.
Karya sebagai Bekal Akhirat
Menulis adalah salah satu cara untuk meninggalkan warisan kebaikan. Rasulullah saw. bersabda: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang saleh.” (HR. Muslim).
Tulisan yang baik, yang mengandung ilmu, nasihat, atau kebaikan, dapat menjadi bagian dari “ilmu yang bermanfaat” yang pahalanya terus mengalir bahkan setelah kita meninggal dunia.
Inilah yang membuat saya tetap semangat berkarya meskipun apresiasi dari manusia kadang minim. Setiap tulisan yang lahir dari niat baik dan tujuan yang mulia, insya Allah akan menjadi bekal di akhirat. Oleh karena itu, saya berusaha untuk terus menulis, meski di tengah keterbatasan atau kondisi yang tidak mendukung. Setiap karya adalah kesempatan untuk menambah amalan, menebar kebaikan, dan menjadi ladang pahala.
Mengatasi Kegelisahan dan Kekecewaan
Tidak bisa dimungkiri bahwa sebagai manusia, kita kadang merasa kecewa ketika usaha kita tidak mendapat respons yang sesuai harapan. Namun, ketika kita kembali merenungi tujuan menulis kita, yakni untuk mendapatkan keridaan Allah, kekecewaan tersebut perlahan-lahan akan sirna. Kegelisahan yang muncul dari ekspektasi duniawi akan tergantikan dengan ketenangan batin yang berasal dari keyakinan bahwa Allah melihat setiap usaha kita, meskipun manusia tidak.
Saya sering mengingatkan diri sendiri bahwa dunia ini hanyalah persinggahan sementara. Apa yang kita anggap besar di dunia, seperti popularitas atau penghargaan dari manusia, akan hilang seiring waktu. Sebaliknya, amal yang dilakukan karena Allah akan kekal dan menjadi bekal di akhirat. Dengan berpikir seperti ini, saya merasa lebih ringan dalam berkarya. Tidak ada lagi tekanan untuk memenuhi standar popularitas atau mengikuti tren yang ada. Saya hanya berusaha untuk menulis sebaik mungkin, dengan niat yang lurus, dan yakin bahwa tidak ada satu pun amal yang sia-sia di mata Allah.
Motivasi untuk Terus Berkarya
Setiap kali saya merasa ragu atau kehilangan semangat, saya selalu mengingatkan diri bahwa menulis adalah bagian dari jihad dan dakwah untuk menyerukan kebaikan di jalan Allah. Jihad tidak selalu berarti perang, tetapi juga bisa berupa perjuangan dalam menyampaikan kebenaran dan kebaikan melalui tulisan. Meskipun mungkin hanya sedikit orang yang membaca atau mengapresiasi tulisan tersebut, saya yakin bahwa apa yang ditulis dengan niat yang baik akan mendatangkan manfaat, baik di dunia maupun di akhirat.
Tidak ada alasan untuk berhenti berkarya, meskipun kondisi tidak selalu mendukung. Allah tidak menilai hasil akhir, tetapi proses dan niat kita. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman: “Jika hamba-Ku berniat melakukan kebaikan tetapi tidak melaksanakannya, Aku tetap mencatatnya sebagai satu kebaikan.”*
(HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini memberikan dorongan bagi saya untuk terus menulis, terus berkarya, dan terus berusaha memberikan yang terbaik, meskipun hasilnya tidak selalu sesuai harapan.
Saya semakin menyadari bahwa menulis dengan niat ikhlas karena Allah akan memberi ketenangan batin yang luar biasa. Tidak ada lagi rasa sedih atau gelisah ketika tulisan saya tidak mendapatkan banyak "like" atau "komen". Saya yakin bahwa setiap usaha yang dilakukan dengan tulus akan mendapatkan balasan yang jauh lebih berharga di sisi Allah.
Oleh karena itu, saya akan terus semangat berkarya dalam segala kondisi, karena tidak ada amal yang sia-sia di hadapan-Nya.
Tetap semangat meninggalkan jejak untuk peradaban agar kelak anak cucu bisa napak tilas peninggalan saya berupa tulisan. Niatkan semua karena Allah niscaya semua akan terasa mudah.
Wallahu a'lam bishawab
0 Komentar