Oleh. Sri Purwanti, A.Md.K.L.
(Founder Rumah Baca Cahaya Ilmu)
RuangInspirasiBunda.Com--Akhir-akhir ini banyak berita yang mengusik ketenangan. Bagaimana tidak, keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman ternyata saat ini tinggal khayalan. Faktanya banyak kesedihan bahkan kisah tragis yang terjadi dalam sebuah keluarga.
Melansir dari Sindonews (26-8-2024), seorang anak berusia enam tahun harus meregang nyawa di tangan ibu tirinya. Diduga sang ibu tiri merasa cemburu karena ayah korban lebih perhatian kepada anaknya.
Sungguh fakta yang sangat menyakitkan. Seorang ibu yang seharusnya menjadi tempat paling nyaman untuk bersandar, nyatanya justru menjadi monster yang bahkan tega menghilangkan nyawa. Rumah yang seharusnya menjadi tempat aman untuk berteduh justru menjadi arena untuk melancarkan tindak kekerasan.Tentu hal ini menimbulkan tanda tanya besar, bagaimana bisa terjadi?
Jika ditelisik lebih jauh, sistem yang saat ini diterapkan memiliki andil besar dalam mempengaruhi kondisi masyarakat. Salah satu aspek yang terdampak secara signifikan adalah institusi keluarga. Keluarga, sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, merupakan fondasi dari peradaban manusia. Ketika fondasi ini goyah atau bahkan runtuh, dampaknya akan terasa pada seluruh lapisan masyarakat.
Sekularisme dan Kapitalisme Sumber Utama
Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan publik, termasuk dalam urusan negara, politik, ekonomi, dan sosial. Paham ini menganggap bahwa agama adalah urusan pribadi yang tidak boleh mencampuri urusan publik. Dalam konteks keluarga, sekularisme menyebabkan nilai-nilai agama menjadi terpinggirkan, sehingga peran agama dalam membimbing dan mengatur kehidupan keluarga menjadi lemah.
Sementara itu kapitalisme adalah sistem yang berfokus pada kepemilikan pribadi dan orientasi utamanya ada pada materi. Dalam kapitalisme, kesuksesan diukur berdasarkan keuntungan materi. Sistem ini mendorong masyarakat untuk mengejar kekayaan dan kemakmuran materi sebagai tujuan utama hidup, seringkali mengabaikan nilai-nilai moral dan spiritual.
Penerapan sekularisme dan kapitalisme tentu sangat berpengaruh pada tatanan kehidupan, termasuk keluarga sebagai struktur masyarakat terkecil.
Kapitalisme mendorong masyarakat untuk mengejar kepemilikan materi dan kekayaan sebagai tujuan utama. Hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran nilai dalam keluarga, di mana kebahagiaan dan kesuksesan diukur berdasarkan harta benda. Anak-anak dibesarkan dengan pola pikir konsumerisme, di mana mereka lebih menghargai barang-barang materi daripada hubungan keluarga yang hangat dan penuh kasih.
Sementara itu sekularisme mengedepankan kebebasan individu di atas segalanya, termasuk dalam konteks keluarga. Hal ini menyebabkan munculnya individualisme yang berlebihan, di mana anggota keluarga lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Akibatnya, ikatan keluarga menjadi longgar, komunikasi menjadi minim, dan solidaritas antar anggota keluarga menurun.
Kapitalisme juga memengaruhi peran ibu dalam keluarga. Dalam sistem ini, wanita didorong untuk bekerja dan berkarier di luar rumah demi mengejar kesuksesan materi. Meskipun hal ini tidak sepenuhnya negatif, namun dalam konteks sekularisme, peran wanita sebagai ibu dan pengasuh anak seringkali terabaikan. Anak-anak tumbuh tanpa kehadiran ibu yang cukup, yang berdampak pada perkembangan emosional dan psikologis mereka. Fitrah ibu pun mulai tergerus, mereka yang seharusnya menjadi sosok pelindung, justru berubah menjadi monster yang menakutkan.
Sekularisme dan kapitalisme juga berkontribusi pada meningkatnya angka perceraian. Dalam masyarakat yang menganut nilai-nilai sekuler, pernikahan seringkali dianggap sebagai kontrak sosial yang dapat dibatalkan jika tidak lagi menguntungkan kedua belah pihak. Kesulitan ekonomi, perselingkuhan, dan kurangnya komitmen sering menjadi alasan perceraian, yang pada akhirnya merusak stabilitas keluarga.
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah keruntuhan bangunan keluarga akibat sekularisme dan kapitalisme.
Dalam Islam, keluarga merupakan unit sosial yang sangat penting. Al-Qur'an dan hadis memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana keluarga seharusnya dibentuk dan dijaga. Nilai-nilai agama seperti kasih sayang, kesabaran, tolong-menolong, dan tanggung jawab harus ditanamkan dalam setiap anggota keluarga. Agama harus menjadi fondasi dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian konflik dalam keluarga.
Islam mengakui perbedaan peran antara suami dan istri, namun perbedaan ini bukanlah bentuk diskriminasi. Sebaliknya, Islam menekankan pentingnya keadilan dalam pembagian peran. Suami sebagai pemimpin keluarga bertanggung jawab untuk mencari nafkah, sementara istri bertanggung jawab dalam mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak. Meskipun demikian, keduanya harus saling membantu dan mendukung satu sama lain sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Pendidikan anak dalam Islam sangat penting. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam sejak dini. Anak-anak harus diajarkan tentang pentingnya agama, moral, dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga harus diajarkan untuk menghargai dan menghormati orang tua serta sesama anggota keluarga.
Ibadah dalam Islam tidak hanya sebatas ritual keagamaan, tetapi juga memiliki peran penting dalam memperkuat ikatan keluarga. *
Komunikasi yang baik adalah kunci keberhasilan sebuah keluarga. Islam mengajarkan pentingnya musyawarah dan saling mendengarkan dalam keluarga. Suami dan istri harus saling terbuka dan jujur satu sama lain, serta mencari solusi bersama ketika menghadapi masalah. Anak-anak juga harus diajak berbicara dan didengarkan pendapatnya, sehingga mereka merasa dihargai dan menjadi bagian dari keluarga.
Sistem ekonomi Islam dapat menjadi solusi terhadap dampak negatif kapitalisme. Pengelolaan sumber daya milik umat olah negara, akan memberikan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat. Sehingga seorang suami sebagai penanggung jawab nafkah tidak akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Negara akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup sehingga bisa mengurangi kesenjangan ekonomi di masyarakat.
Ketika sosok suami sudah bisa memenuhi kewajiban nafkah keluarga, maka seorang ibu bisa tenang mendidik dan merawat anak-anaknya, emosinya juga bisa stabil karena tidak terbebani dengan urusan nafkah.
Kerusakan bangunan keluarga akibat penerapan sistem sekularisme dan kapitalisme merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Islam, sebagai agama yang sempurna, menawarkan solusi yang komprehensif untuk menjaga keutuhan keluarga. Dengan mengembalikan nilai-nilai agama (syariat Islam) sebagai fondasi dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara maka keharmonisan keluarga akan kembali terjaga. Sehingga kelak bisa melahirkan generasi-generasi cerdas yang berakhlak mulia, yang bisa menjadi generasi emas pewaris peradaban.
Wallahu a'lam bishawab
0 Komentar